Cerita Pilu Pasutri Petani Miskin, Sakit-sakitan di Gubuk Reyot, Malah Tak Dapat Bansos Pemerintah
Kisah pilu pasutri buruh tani asal Gowa, Sulawesi Selatan,
sakit-sakitan tinggal di gubuk reyot, malah tak dapat bantuan sosial
dari pemerintah.
Nasir Daeng Rewa (52) dan istrinya Nurmi Daeng Mene (50) hanya bisa
pasrah dan tetap bekerja semampunya meski dalam kondisi sulit di tengah
pandemi.
Bantuan sosial yang dijanjikan pemerintah bahkan sama sekali tak
mereka terima, dan justru diterima tetangga mereka yang hidup lebih
layak.
Inilah sebuah potret ketidakadilan sosial yang kembali terjadi di masyarakat saat masa pandemi corona berlangsung.
Pihak yang membutuhkan, malah tidak mendapatkan bantuan, sementara mereka yang mampu malah mendapatkan bantuan.

Inilah yang terjadi pada pasangan suami istri Nasir Daeng Rewa (52)
dan Nurmi Daeng Mene (50). Nasir yang hanya bekerja sebagai buruh
tani harus merawat istrinya yang sakit-sakitan.
Keduanya pun tinggal di gubuk reyot berukuran 4×6 meter, dengan dinding dari batu dan atap dari seng.
Pasangan yang menikah tahun 1995 dan belum memiliki anak ini
menceritakan kisah hidupnya ke Kompas.com yang menyambangi mereka pada
Rabu (06/05/2020).
Nurmi bercerita, ia menderita sakit sejak delapan tahun lalu. Akibatnya, ia tak mampu bekerja sebagai ibu rumah tangga.
“Sakit jantung sama kista pokoknya komplikasi dan kalau kerja sedikit
lemas kadang berminggu-minggu baring tidak bisa bangun,” kata Nurmi.
Sawah Tergadai Buat Biaya Pengobatan Istri

Akibat penyakitnya, Nasir dan Nurmi yang awalnya memiliki beberapa
petak sawah ini akhirnya harus merelakan sawahnya tergadai untuk
pengobatan Nurmi.
Nasir pun kini bekerja menggarap sawah orang lain.
Dari hasil menggarap sawah milik orang lain inilah Nasir mendapatkan
pembagian gabah yang digunakan untuk menjaga agar asap dapur mereka
tetap mengepul.
“Kalau sawah sudah tergadai semua untuk biaya pengobatan tapi saya masih garap sawah punya orang lain” kata Nasir.
Dalam menjalani rutinitasnya Nasir mengandalkan sepeda ontel warisan orangtuanya yang tetap terawat dan digunakan sehari-hari.
Selain banting tulang bekerja sebagai petani, Nasir juga harus mengurus pekerjaan rumah tangga sambil merawat istrinya.
Punya KIS, Tapi Tak Tersentuh Bantuan Pemerintah
Penderitaan hidup pasutri ini nyaris tak tersentuh bantuan pemerintah.
Meski mereka mendapat jaminan Kartu Indonesia Sehat (KIS) namun
bantuan lainnya tak pernah mereka dapatkan. Meski pun di masa pandemi
Covid-19.
“Kalau bantuan belum pernah ada, baik BLT (bantuan Langsung Tunai)
atau BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) yang dikucurkan pemerintah,” kata
Nasir.
Saat Kompas.com mempertanyakan Bantuan Sosial Tunai (BST) senilai Rp
600.000 terkait penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Nasir
juga mengaku tak mendapatkan bantuan tersebut.
“Pokoknya kami belum pernah dapat bantuan dari pemerintah padahal ada
kabar bahwa saya akan dapat Rp 600.000 karena virus corona tetapi
nyatanya tidak ada ternyata yang dapat cuma beberapa tetangga,” kata
Nasir.
Meski tak menerima bantuan, pasutri ini tetap merasa bersyukur sebab
mereka masih bisa bernapas, serta Nasir masih bisa bekerja meski dengan
segala keterbatasan.
“Kami tetap bersyukur walau pun tidak terima bantuan. Sebab Allah
masih memberikan kami kebebasan untuk bernapas dan mudah-mudah penyakit
isteri saya bisa sembuh,” pungkas Nasir.
Rumah Penerima BST Lebih Layak Dari Gubuk Nasir
Kompas.com kemudian mengunjungi beberapa rumah penerima BST Covid-19 di Dusun Borongunti, Desa Maccinibaji.
Dari pantauan Kompas.com, penerima BST rata-rata berpenghasilan cukup dan memiliki rumah permanen.
“Saya juga tidak tahu kenapa saya dapat BST,” kata salah seorang
penerima BST yang identitasnya tidak ingin dipublikasikan kepada
Kompas.com.
“Yang jelas namaku disebut oleh Kepala Dusun jadi saya pergi ambil di kantor desa,” lanjutnya.
0 Response to "Cerita Pilu Pasutri Petani Miskin, Sakit-sakitan di Gubuk Reyot, Malah Tak Dapat Bansos Pemerintah"
Post a Comment